BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Balakang
Dunia
yang mengelilingi Indonesia telah dan akan terus berubah. Sebagai aparatur
pemerintah, kita harus mengikuti arus perubahan itu, apabila Indonesia ingin
memanfaatkan kesempatan yang diciptakan oleh perubahan itu, dan bukan hanya
menjadi sekedar penonton yang pasif. Dengan meningkatkan kualitas
profesionalisme aparatur pemerintah, kemajuan Indonesia dapat dicapai, termasuk
di dalamnya pemberian pelayanan publik yang prima kepada masyarakatnya.
Sebagaimana halnya di negara-negara sedang berkembang, tantangan untuk
menggapai kondisi ideal tersebut selalu ada. Secara sepintas saja, kondisi
geografis Indonesia yang archipelago state dengan 17.864 pulau, sudah
menghadirkan permasalahan tersendiri terutama dalam memberikan pelayanan kepada
mereka. Kondisi sulit ini kemudian ditambah dengan besamya populasi sekitar 238
juta (BPS, 2005).
Di
samping persoalan di atas, secara kuantitas jumlah sumber daya manusia aparatur
(Pegawai Negara Sipil) yang memberikan pelayanan juga dirasakan sangat minim
dengan rasio 1,9 % dari jumlah penduduk. Jika dibandingkan dengan Negara-negara
maju yang dalam setiap 1000 penduduk terdapat 77 PNS, di Indonesia hanya
sebanyak 21 PNS saja. Di daerah, rationya bahkan lebih kecil, yakni 4 : 1000.
Kondisi negatif ini kemudian diperparah dengan kualitas pendidikan mereka yang
masih rendah. Ketidakseimbangan antara jumlah PNS dengan jumlah penduduk yang
dilayani menyebabkan pemerintah melakukan pembenahan. Salah satu cara untuk
membenahi hal tersebut adalah dengan peningkatan kompetensi sumber daya manusia
aparatur dan terus melakukan upaya melalui berbagai kebijakan dalam rangka
peningkatan kompetensi PNS demi terwujudnya pelayanan publik yang lebih baik.
Untuk
peningkatan kompetensi, dua kebijakan telah dikeluarkan yaitu Undang-Undang No.
43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian dan PP 101/ 2000 Tentang Diklat
Jabatan PNS. Sedangkan untuk peningkatan kualitas pelayanan publik, Menpan
menerbitkan Surat Keputusan No. 81/ 1993 yang merumuskan suatu pedoman umum
dalam pelaksanaan pelayanan umum. Selanjutnya, Tahun 1995, Surat Keputusan ini
diperkuat oleh Instruksi Presiden Nomor 1/ 1995 yang berisi penugasan kepada
Menpan untuk memimpin pelaksanaan kegiatan yang dianggap perlu agar dapat
segera meningkatkan mutu pelayanan bagi masyarakat. Tahun 1998, Menteri
Koordinator Pengawasan Pembangunan (Menko Wasbang) menerbitkan Surat Edaran
Nomor 56/ 1998 bagi seluruh kementerian agar mulai menerapkan pelayanan prima
di lingkungannya masing-masing. Surat Edaran ini kemudian dilanjutkan dengan
Surat Edaran Menko Wasbang Nomor 145/ 1999 yang berisi rincian jenis-jenis
pelayanan masyarakat yang harus segera menerapkan pelayanan prima di lingkungan
Pemerintah Daerah. Baru-baru ini, Kantor Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
menerbitkan lagi Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
63/ KEP/ M.PAN/ 7/ 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik;
Surat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 11/ M.PAN/ 1/ 2004 tentang
Pencanangan Tahun Peningkatan Pelayanan Publik dan Petunjuk Pelaksanaannya;
Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor KEP/ 25/ M.PAN/ 2/
2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan
Instansi Pemerintah; dan Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
Nomor KEP/ 26/ M.PAN/ 2/ 2004 tentang Petunjuk Teknis Transparansi dan
Akuntabilitas dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Keseluruhan Keputusan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara ini mencoba menerobos sisi lain dari
pelayanan guna mempercepat perwujudan pelayanan publik yang prima dengan
membenahi kualitas kinerja aparatur pemerintah melalui pelaksanaan transparansi
dan akuntabilitas penyelenggaraan pelayanan publik.
B.
Rumusan
Masalah
1. Konsep
dan Sasaran Pengembangan SDA
2. Jenis
Pengembangan SDA
3. Metode
Pengembangan SDA
4. Pengembangan
SDA kasus di Indonesia
C.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui bagaimana konsep, sasaran, jenis, metode, kasus yang terjadi di
Indonesia tentang Sumber Daya Aparatur
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Konsep
dan Sasaran Pengembangan Sumber Daya Aparatur
1. Pengertian Sumber Daya Manusia
Armstrong (1997:507) menyatakan sebagai berikut: “Pengembangan sumber
daya manusia berkaitan dengan tersedianya kesempatan dan pengembangan belajar,
membuat program-program training yang meliputi perencanaan, penyelenggaraan,
dan evaluasi atas program-program tersebut”.
McLagan dan Suhadolnik (Wilson, 1999:10) mengatakan: “HRD is the
integrated use of training and development, career development, and
organisation development to improve individual and organisational effectiveness”.
(Terjemahan bebas: Pengembangan SDM adalah pemanfaatan pelatihan dan
pengembangan, pengembangan karir, dan pengembangan organisasi, yang
terintegrasi antara satu dengan yang lain, untuk meningkatkan efektivitas
individual dan organisasi).
Dari beberapa pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa Pengembangan SDM adalah segala aktivitas yang
dilakukan oleh organisasi dalam memfasilitasi pegawai agar memiliki
pengetahuan, keahlian, dan/atau sikap yang dibutuhkan dalam menangani pekerjaan
saat ini atau yang akan datang. Aktivitas yang dimaksud, tidak hanya pada aspek pendidikan dan pelatihan
saja, akan tetapi menyangkut aspek karir dan pengembangan organisasi.
2. Konsep pengembangan SDA
Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) adalah segala kegiatan yang
berkaitan dengan pengakuan pada pentingnya tenaga pendidik dan kependidikan
pada sekolah sebagai sumber daya manusia yang vital, yang memberikan sumbangan
terhadap tujuan sekolah, dan memanfaatkan fungsi dan kegiatan yang menjamin
bahwa sumber daya manusia dimanfaatkan secara efektif dan adil demi
kemaslahatan individu, sekolah, dan masyarakat. Dalam pengertian ini, posisi
sumber daya manusia tidak bisa digantikan oleh faktor-faktor lain dilihat dari
nilai sumbangannya terhadap sekolah. Seorang tenaga pendidik dan kependidikan
dinyatakan memiliki nilai sumbangan kepada sekolah apabila kehadirannya
diperlukan, memiliki nilai tambah terhadap produktivitas sekolah dan
kegiatannya berada dalam mata rantai keutuhan sistem sekolah itu. Tingkat
keberhasilan manajemen sumber daya manusia dalam satu sekolah dapat dikaji dari
ketepatan melaksanakan fungsi-fungsi MSDM. Kemaslahatan seorang tenaga pendidik
dan kependidikan harus dilihat dari kepentingan dan kebermaknaan bagi dirinya
sendiri, produktivitas sekolah dan fihak-fihak yang memperoleh jasa layanan
sekolah itu.
3.
Sasaran
Pengembangan SDA
Manajemen sumber daya manusia bertujuan untuk merumuskan kebutuhan tenaga
pendidik dan kependidikan, mengembangkan dan memberdayakan tenaga pendidik dan
kependidikan untuk memperoleh nilai maslahat optimal bagi individu tenaga
pendidik dan kependidikan yang bersangkutan, sekolah dan masyarakat yang
dilayaninya. MSDM dilaksanakan untuk mewujudkan sekolah yang sehat, yaitu
sekolah yang memiliki jumlah dan kualifikasi tenaga pendidik dan kependidikan
sesuai dengan beban dan tugas-tugas sekolah yang ada di dalamnya. MSDM harus
mendukung tingkat ketahanan sekolah, pertumbuhan, produktivitas dan kompetisi.
B.
Jenis-Jenis
Pengembangan Sumber Daya aparatur
1. Pengembangan
kompetensi
Kita menggunakan istilah kompetensi dan kompeten. Misalnya kurikulum
berbasis kompetensi, pelatihan berbasis kompetensi, manajemen kompetensi, dsb.
Kalau dalam bahasa aslinya (Inggris) dikenal istilah competency,
competence, dan competent yang arti satu sama lainnya relatif
sangat tipis. Competency merupakan kata benda dari competence yakni
kecakapan. Competence selain berarti kecakapan dan kemampuan juga
berarti wewenang. Juga dapat diartikan sebagai keadaan yang sesuai, memadai,
atau cocok Dalam penggunaan dua kata itu sering rancu. Sedang competent sebagai
kata sifat yang berarti cakap, mampu, dan tangkas.
Guna menjamin penyelenggaraan tugas pemerintahan dan
pembangunan yang efektif dan efisien, serta mengoptimalkan kompetensi PNS
diperlukan sistem pembinaan yang mampu memberikan kesinambungan
terjaminnya hak dan kewajiban PNS dengan misi tiap organisasi pemerintah.
Demikian juga untuk memotivasi kinerja PNS perlu disusun pola karir dan
pengembangan karir yang memungkinkan potensi PNS dikembangkan secara optimal.
Pengelolaan SDM berbasis kompetensi, merupakan salah satu strategi atau
pendekatan baru dalam memetakan kinerja SDM yang mengarah pada profesionalisme
dengan mendasarkan pada kompetensi. Tahap pertama yang mesti dilakukan ketika
suatu perusahaan hendak membangun competency-based HR management adalah
menyusun direktori kompetensi serta profil kompetensi per posisi. Dalam proses
ini, dirancanglah daftar jenis kompetensi – baik berupa soft dan hard
competency – yang dibutuhkan oleh perusahaan tersebut; lengkap dengan
definisi kompetensi yang rinci, serta juga indikator perilaku dan levelisasi
(penjenjangan level) untuk setiap jenis kompetensi. Dalam tahap ini pula
disusun semacam kebutuhan kompetensi per posisi, atau semacam daftar kompetensi
apa yang dipersyaratkan untuk satu posisi tertentu, berikut dengan level
minimumnya.
Tahap berikutnya merupakan tahap yang paling kritikal, yakni tahap
asesmen/ penilaian kompetensi untuk setiap individu karyawan dalam perusahaan/
organisasi itu. Tahap ini wajib dilakukan, sebab setelah kita memiliki
direktori kompetensi beserta dengan kebutuhan kompetensi per posisi, maka kita
perlu mengetahui dimana level kompetensi para karyawan kita–dan dari sini juga
kita bisa memahami gap antara level kompetensi yang dipersyaratkan dengan level
yang dimiliki oleh karyawan saat ini.
Terdapat beragam metode untuk mengevaluasi level kompetensi, dari mulai
yang bersifat sederhana dan praktis hingga yang kompleks. Metode yang praktis
adalah meminta atasan, rekan kerja dan mungkin juga bawahan untuk menilai level
kompetensi karyawan tertentu, dengan menggunakan semacam kuesioner kompetensi.
Kuesioner ini didesain dengan mengacu pada direktori kompetensi serta indikator
perilaku per kompetensi yang telah disusun pada fase sebelumnya.
Pelatihan merupakan sebuah proses mengajarkan pengetahuan dan keahlian
tertentu, serta sikap agar pegawai semakin terampil dan mampu melaksanakan
tanggung jawabnya dengan baik. Biasanya pelatihan merujuk pada pengembangan
ketrampilan bekerja (vacational) yang dapat digunakan dengan
segera. Program-program pelatihan dirancang untuk menjembatani kesenjangan
antara kompetensi yang dimiliki pekerja dan kompetensi yang diharapkan dimiliki
pekerja
Pelatihan berbasis kompetensi sangat diperlukan dalam pengembangan SDM
aparatur (PNS), karena secara tradisi atau konvensional hanya menghasilkan
peserta pelatihan memiliki “pengetahuan mengenai apa”. Sementara
pelatihan yang berbasis kompetensi memungkinkan peserta setelah selesai, tidak
sekedar mengerti, akan tetapi “dapat melakukan sesuatu” yang harus
dikerjakan.
Melalui
pelatihan berbasis kompetensi , pegawai akan terbantu di dalam
mengerjakan pekerjaan yang ada, dapat meningkatkan tanggung jawab dan
mengembangkan karir. Salah satu upaya strategis yang perlu
dilakukan adalah menciptakan sebuah “proses belajar” yang berlanjut
melalui pelatihan dan pengembangan. Dalam Paradigma Pendidikan (Proses
pembelajaran) versi UNESCO (dalam Mangkuprawira, 2007) yang terbaru menekankan
bahwa sasaran pendidikan diarahkan pada : ( 1) learning to know; (2)
learning to do; (3) learning to be; (4) learning to live together.
Sedangkan tujuan atau maksud utama dari program-program pelatihan yang berbasis
kompetensi meliputi: (1) Memperbaiki kinerja; (2) Meningkatkan
ketrampilan; (3) Menghindari keusangan manjerial; (4) Menyolusikan masalah; (5)
Orientasi karyawan baru; (6) Penyiapan Promosi; (7) memberikan kepuasan untuk
kebutuhan pengembangan personal. (Carell, M,R 1995)
Sedangkan yang dimaksud dengan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Berbasis
Kompetensi –PPKB (competency-based education and or trainning) merupakan
salah satu pendekatan dalam pengembangan SDM yang berfokus pada hasil akhir (outcome).
PPKB merupakan suatu proses pendidikan dan pelatihan uang
dirancang untuk mengembangkan kemampuan dan ketrampilan secara
khusus, untuk mencapai hasil kerja yang berbasis target kinerja (performance
target) yang telah ditetapkan. (Setyowati , http:// public.brawijaya.co.id).
Lebih lanjut dikatakan bahwa tujuan PPBK adalah : (1) Menghasilkan
kompetensi dalam penggunaan ketrampilan yang ditentukan untuk pencapaian
pekerjaan dan jabatan; (2) Penelusuran (penilaian) kompetensi yang telah
dicapai dan sertifikasi.
Penerapkan diklat berbasis kompetensi. Artinya, penyelenggaraan
diklat diarahkan untuk mengisi kompetensi peserta sesuai yang dipersyaratkan
oleh jabatannya, sehingga PNS bersangkutan wajib mengikuti diklat yang tujuan
pembelajarannya membangun kompetensi tersebut. Diklat berbasis kompetensi
bagi PNS bukan diklat yang sekedar membentuk
kompetensi, tetapi kompetensi tersebut harus
relevan dengan tugas dan jabatannya.
2.
Pengembangan Karier
Pengembangan karir (seperti promosi) sangat diharapkan oleh setiap pegawai.
Dalam praktek pengembangan karir lebih merupakan suatu pelaksanaan perencanaan
karir seperti yang diungkapkan oleh Handoko (2000), bahwa pengembangan karir
adalah peningkatan-peningkatan pribadi yang dilakukan seseorang
untuk mencapai suatu rencana karir. Menurut Simamora (1995), proses
pengembangan karir dalam suatu pendekatan formal yang diambil organisasi untuk
memastikan bahwa orang-orang dengan kualifikasi dan pengalaman yang tepat
tersedia pada saat dibutuhkan. Sehingga pengembangan karir dapat dikatakan
suatu kondisi yang menunjukkan adanya peningkatan-peningkatan status seseorang
dalam organisasi dalam jaluir karir yang telah ditetapkan.
Pengembangan karir yang dilaksanakan dan dikembangkan pada SDM aparatur
(PNS) melalui pembinaan karir dan penilaian sistem prestasi kerja. Sistem
karir pada umumnya melalui kenaikan pangkat, mutasi jabatan serta promosi
(pengangkatan ke jabatan lain). Lebih lanjut Moekijat (1995) mengatakan bahwa :
dalam pengembangan karir seharusnya diterima bukan sekedar promosi ke jabatan
yang lebih tinggi, tetapi sukses karir yang dmaksudkan seorang karyawan
mengalami kemajuan dalam bekerja, berupa kepuasan dalam jabatan yang
dipercayakan serta meningkatkan ketrampilan. Hal yang penting dalam
pengembangan karir adalah:
(1) Ada kesempatan untuk melakukan
yang menyenangkan;
(2) Kesempatan untuk mencapai
sesuatu yang berharga;
(3) Kesempatan untuk mempelajari
hal-hal yang baru;
(4) Kesempatan untuk mengembangkan
kecakapan kemampuan.
Pengembangan karir melalui promosi (promotion) bagi PNS
merupakan suatu yang sangat diidamkan dam merupakan tujuan perencanaan karir.
Promosi adalah perpindahan yang memperbesar authority dan
responsibility karyawan ke jabatan yang lebih tinggi di dalam suatu
organisasi, sehingga kewajiban, hak, status, dan penghasilan semakin
besar. Dengan promosi berarti ada kepercayaan dan pengakuan mengenai
kemampuan serta kecakapan pegawai untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi.
Terkait dengan pengembangan karir PNS, model pengembangan karir yang
mendasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 100 tahun 2000 Tentang Pengangkatan
PNS dalam Jabatan Struktural. Mencakup : (1) Pendidikan : pendidikan dasar,
pendidikan umum dan perguruan tinggi; (2) Pendidikan dan pelatihan dalam
jabatan : diklatpim; (3) Masa kerja; (4) Pangkat dan golongan; (5) Jabatan :
adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggungjawab, wewenang hak seorang
pegawai; (6) DP3 meliputi : kesetiaan, prestasi kerja, tanggung jawab,
kejujuran, kerjasama dan praktek kepemimpinan; (7) Daftar Urut Kepangkatan
(DUK) pegawai yang lebih tinggi kepangkatannya diberi kesempatan lebih
dulu untuk menduduki jabatan yang lowong. Sedangkan pengembangan karir
berdasarkan Analisa Jabatan melipurti: (1) uraian jabatan kondisi fisik
kesehatan, pendidikan, pekerjaan yang dilaksanakan; (2) Spesifikasi jabatan :
pendidikan, pengalaman, kemampuan, kualifikasi emosi dan syarat kesehatan.
3. Pengembangan
Etika
Sebagai unsur aparatur Negara dan abdi masyarakat Pegawai Negeri Sipil
memiliki akhlak dan budi pekerti yang tidak tercela, yang berkemampuan
melaksanakan tugas secara profesional dan bertanggung jawab dalam
menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan, serta bersih dari korupsi,
kolusi, dan nepotisme.
Setiap Pegawai Negeri Sipil wajib bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
wajib memberikan pelayanan secara adil dan merata kepada masyarakat dengan
dilandasi kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945,
Negara, dan Pemerintah.
Untuk menjamin agar setiap Pegawai Negeri Sipil selalu berupaya terus
meningkatkan kesetiaan ketaatan, dan pengabdiannya tersebut, ditetapkan
ketentuan perundang-undangan yang mengatur sikap, tingkah laku, dan perbuatan
Pegawai Negeri Sipil, baik di dalam maupun di luar dinas.
C.
Metode
Pengembangan SDA
Pada hakekatnya pengembangan sumber daya manusia diarahkan untuk
mengantisipasi perubahan-perubahan yang terjadi di sekitar organisasi. Namun
sebelum proses pengembangan sumber daya manusia ini dilaksanakan, maka ada dua
pertanyaan pokok yang harus dijawab, yaitu:
·
Apakah kebutuhan pelatihan kita?
·
Apa yang ingin kita penuhi melalui upaya
pengembangan sumber daya manusia?
Setelah
menentukan tujuan proses pengembangan sumber daya manusia, maka manajemen dapat
menentukan metode-metode yang cocok dan media yang tepat untuk memenuhi tujuan
yang telah ditentukan tersebut. Pada dasarnya banyak sekali metode dan media
yang dapat digunakan, namun dalam prakteknya, pemilihan metode tersebut
tergantung pada tujuan pengembangan sumber daya manusia. Secara umum,
pengembangan sumber daya manusia harus selalu dievaluasi secara terus-menerus
dalam rangka memfasilitasi perubahan dan memenuhi tujuan organisasi.
Dalam bentuk
bagan, proses/tahap pengembangan sumber daya manusia dapat digambarkan sebagai
berikut:
a) Menentukan
Kebutuhan
Seperti tergambar dalam bagan, bahwa langkah pertama dalam proses
pengembangan sumber daya manusia adalah analisis kebutuhan Pengembangan SDM
yang menurut Werther and Davis (1996:286): “Needs assesments diagnoses
current problems and future challenges to be met through training and
development”. Secara bebas dapat diterjemahkan sebagai berikut: Analisis
kebutuhan yaitu suatu proses mendiagnosa masalah-masalah yang terjadi pada saat
ini dan tantangan masa depan yang akan diantisipasi melalui pelatihan dan
pengembangan. Penentuan kebutuhan ini bukan karena organisasi/perusahaan lain
melakukan hal yang sama, akan tetapi harus benar-benar dilandasi kebutuhan
organisasi. Atau dengan kata lain prinsip pertama yang harus dipenuhi adalah
mengetahui apa yang dibutuhkan. Analisis kebutuhan (needs assessment)
adalah suatu penentuan kebutuhan pelatihan yang sistematis yang terdiri dari
tiga jenis analisis. Analisis-analisis tersebut diperlukan dalam menentukan
tujuan pelatihan. Ketiga analisis tersebut adalah analisis organisasional (organisational
analysis), analisis pekerjaan (job analysis), dan analisis
individual (individual analysis).
b) Menetapkan
Tujuan
Penentuan tujuan yang jelas merupakan hal yang tidak dapat diindahkan.
Tanpa tujuan yang jelas, maka upaya mendesain program-program pelatihan dan
pengembangan merupakan suatu hal yang sulit. Selain itu adanya tujuan yang
jelas akan mempermudah dalam hal pengukuran hasil yang diharapkan sekaligus
mengukur keberhasilan suatu program pengembangan.
Contoh tujuan adalah sebagai
berikut:
·
Setelah mengikuti pelatihan “Excellent
Service”, seorang Customer Service dapat menyelesaikan formulir
permohonan pengajuan kredit dalam waktu 10 menit setelah semua informasi
diterima dari pemohon kredit.
·
Setelah mengikuti pelatihan LAKIP, peserta
pelatihan dapat menyusun LAKIP sesuai format yang telah ditentukan.
D.
Kasus
Pengembangan SDA Di Indonesia
Pelayanan
birokrasi pemerintahan saat ini banyak mendapatkan sorotan dan kritikan tajam
dari berbagai lapisan masyarakat. Masyarakat menuntut pelayanan publik yang
ramah dengan senyum, salam, dan sapa, transparan, bertanggung jawab, adil,
dan akuntabel. Banyaknya perilaku-perilaku negatif para aparatur
pemerintah membuat masyarakat menjadi kurang percaya lagi pada pemerintahnya.
Hal ini perlu segera disikapi dengan serius dan ditindaklanjuti dengan
agenda-agenda yang jelas dan mengenai sasaran, terutama dari sisi proses
pengembangan sumberdaya manusia aparatur.
Contoh kasus
“Birokrasi yang kronis terlihat dari
membudayanya perilaku korup dan rendahnya pelayanan publik. Tata kelola
pemerintahan yang baik hanya sebatas wacana. Untuk mengatasi kondisi birokrasi
seperti itu, maka pola pikir pegawai negeri sipil harus diubah, dan itensifkan
pengawasan serta transparansi agar tidak terus terjadi pembusukan.”Birokrasi
mengalami pembusukan dari dalam ketika intervensi politik berlangsung intensif
serta perselingkuhan politik dan birokrasi meningkat,” tutur peneliti kebijakan
publik LIPI
Para
aparatur pemerintah berkecenderungan mempunyai pola pikir negatif dalam
melaksanakan tugas pokok dan fungsinya. Dampaknya masyarakat mempunyai persepsi
yang kurang baik terhadap aparatur pemerintah, aparatur pemerintah dinilai
lamban, kurang responsif, tidak disiplin, korup, dan citra-citra negatif
lainnya, walaupun sebenarnya tidak semua aparatur pemerintah melakukan
hal-hal negatif tersebut
Responsivitas
terhadap perkembangan keperluan hajat hidup masyarakat yang berkencenderungan
terus meningkat tersebut, memerlukan penerapan secara nyata dalam pelaksanaan
ketugasan pokok dan fungsi setiap aparatur pemerintah. Pensikapan secara nyata
tersebut akan tercermin dalam setiap proses pelayanan publik yang diberikan.
Penanaman
pola pikir positif dalam diri setiap aparatur akan mendorong upaya semaksimal
mungkin dalam meningkatkan kinerja dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan
publik. Pola pikir akan membentuk konsep diri seorang aparatur yang bekerja
sebagai pelayan masyarakat. Adapun konsep diri yang diharapkan terjadi pada
setiap birokrat menurut antara lain dapat dilihat dalam tabel konsep diri pola
pikir aparatur pemerintah, yang menggambarkan antara kondisi pola pikir yang
seharusnya dan yang tidak diharapkan dalam pelayanan publik (hasil analisis dan
modifikasi penulis dari sumber LAN, 2011).
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dunia yang mengelilingi Indonesia telah dan akan terus berubah. Sebagai
aparatur pemerintah, kita harus mengikuti arus perubahan itu, apabila Indonesia
ingin memanfaatkan kesempatan yang diciptakan oleh perubahan itu, dan bukan
hanya menjadi sekedar penonton yang pasif.
Di samping persoalan di atas, secara kuantitas jumlah sumber daya manusia
aparatur (Pegawai Negara Sipil) yang memberikan pelayanan juga dirasakan sangat
minim dengan rasio 1,9 % dari jumlah penduduk. Jika dibandingkan dengan
Negara-negara maju yang dalam setiap 1000 penduduk terdapat 77 PNS, di
Indonesia hanya sebanyak 21 PNS saja. Di daerah, rationya bahkan lebih kecil,
yakni 4 : 1000. Kondisi negatif ini kemudian diperparah dengan kualitas pendidikan
mereka yang masih rendah. Ketidakseimbangan antara jumlah PNS dengan jumlah
penduduk yang dilayani menyebabkan pemerintah melakukan pembenahan. Salah satu
cara untuk membenahi hal tersebut adalah dengan peningkatan kompetensi sumber
daya manusia aparatur dan terus melakukan upaya melalui berbagai kebijakan
dalam rangka peningkatan kompetensi PNS demi terwujudnya pelayanan publik yang
lebih baik.
B.
Saran
Agar kiranya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembacanya, kami dari
kelompok 7 menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu kami harapkan kritikan dan saran baik dari Dosen ataupun teman-teman
yang dapat membangun. Sekian dan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Mustopadidjaja, 2002. Paradigma-Paradigma
Pembangunan, Lembaga Administrasi Negara.
....................., (2003), Dimensi-Dimensi Pokok
Sistem A dministrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia, LAN RI.
...................., (2003), Manajemen Proses
Kebijakan Publik. Formulasi, Implementasi dan Evaluasi Kinerja.
.......... ........ , Oxford A dvanced Learner's
Dictionary Pamudji S, (1952), Kepemimpinan Pemerintahan di Indonesia, PT. Bina
Aksara, Jakarta.
Soenarko, H.SD., (1998), Public Policy: Pengertian
Pokok Untuk Memahami dan A nalisa Kebijakan Pemerintah, CV Papyrus, Cetakan
Kesatu, surabaya.
Stoner, JF., Freeman, AE., dan Gilbert, D.A., 1995,
Management, Sixth tlition, Prentce Hall International Inc., A Simon &
Schur,ter Company, New Jersy).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar